Pemanis Buatan Bisa Ganggu Otak dan Bikin Lapar? Simak Hasil Studi Ini!
Dalam upaya menurunkan berat badan, banyak orang beralih ke pemanis buatan sebagai pengganti gula dengan harapan bisa menikmati rasa manis tanpa kalori berlebih. Salah satu pemanis yang paling sering digunakan adalah sukralosa. Bahan ini kerap ditemukan dalam berbagai produk makanan dan minuman rendah atau tanpa gula, seperti es krim, minuman ringan, dan air berkarbonasi.
Namun, penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal Nature Medicine justru memunculkan kekhawatiran. Alih-alih menekan nafsu makan, sukralosa ternyata dapat meningkatkan aktivitas di bagian otak yang mengatur rasa lapar, yaitu hipotalamus.
Temuan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas dan keamanan penggunaan pemanis buatan dalam program diet jangka panjang. Dilansir dari Very Well Health, yuk, simak penjelasannya.
Apa yang Ditunjukkan oleh Studi Ini?
![]() Ilustrasi/Foto: Freepik/jcomp |
Sebuah penelitian yang melibatkan 75 orang berusia 18 hingga 35 tahun mengamati efek konsumsi 3 jenis minuman, yaitu minuman dengan pemanis buatan sukralosa, minuman yang mengandung gula biasa (sukrosa), dan air putih. Dalam penelitian ini, para peserta diminta untuk menilai seberapa lapar yang mereka rasakan setelah mengonsumsi masing-masing minuman menggunakan skala dari 1 hingga 10. Selain itu, pemindaian MRI juga dilakukan untuk melihat respons otak terhadap masing-masing minuman.
Hasilnya menunjukkan bahwa minuman dengan pemanis sukralosa memicu rasa lapar yang lebih tinggi dibandingkan dengan minuman bergula biasa. Temuan ini berkaitan dengan meningkatnya aktivitas di bagian otak yang bernama hipotalamus setelah mengonsumsi sukralosa. Aktivasi ini berperan dalam memicu rasa lapar, sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Kathleen Page, peneliti utama dari studi tersebut dan direktur Diabetes and Obesity Research Institute di Keck School of Medicine, USC.
Bagaimana Pemanis Buatan ‘Menipu’ Otak?
Ilustrasi/Foto: Freepik/fabrikasimf
Ketika lidah kita merasakan rasa manis, otak secara otomatis mengantisipasi datangnya kalori. Namun karena pemanis buatan tidak mengandung kalori, tubuh merasa ada yang “hilang” dan sebagai respons, rasa lapar justru bisa meningkat. Hal ini dijelaskan oleh Page, yang menyebutkan bahwa otak akan memicu sinyal lapar ketika kalori yang diharapkan tidak muncul.
Saat ini, para ilmuwan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan dan memahami efek jangka panjang dari pemanis buatan terhadap tubuh manusia. Meskipun studi pada hewan menunjukkan respons serupa, pemahaman tentang bagaimana manusia bereaksi terhadap zat seperti sukralosa masih terus dikembangkan.
Menanggapi hal ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2023 menyampaikan bahwa mereka tidak mendukung penggunaan pemanis buatan sebagai strategi pengelolaan berat badan. Ini karena tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pemanis buatan dapat membantu menurunkan berat badan dalam jangka panjang.
Dr. Shiara Ortiz-Pujols, seorang ahli pengobatan obesitas, juga menyatakan bahwa banyak orang merasa mengganti gula biasa dengan pemanis buatan adalah keputusan yang lebih sehat. Namun kenyataannya, hal ini sering kali membuat orang jadi lebih banyak mengonsumsi minuman berpemanis buatan. Bahkan, menurut pengamatannya, orang-orang yang menggunakan pemanis buatan cenderung makan lebih banyak dari yang sebenarnya dibutuhkan tubuh mereka.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
