Viral di Medsos: Pelajar di Garut Tewas Bunuh Diri, Diduga Jadi Korban Bullying di Sekolah
Nadya Quamila | Beautynesia
Jumat, 18 Jul 2025 18:15 WIB

Viral di Medsos: Pelajar di Garut Tewas Bunuh Diri, Diduga Jadi Korban Bullying di Sekolah/Foto: Freepik.com
Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi kepada siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bagi Beauties yang merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Beauties ke pihak-pihak yang dapat membantu seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.
Seorang pelajar SMA di Garut, Jawa Barat, dilaporkan tewas bunuh di rumahnya, diduga karena menjadi korban bullying atau perundungan di sekolah. Kisah pilu ini viral di media sosial dan menimbulkan luka mendalam.
Kasus ini awalnya terungkap ketika ibu korban menjelaskan melalui akun media sosialnya bahwa anaknya diduga mengalami bullying dari teman-teman sekelasnya di sekolah sejak Juni 2025. Selang beberapa waktu, sang anak ditemukan mengakhiri hidupnya pada Senin (14/7). Namun, pihak sekolah membantah adanya perundungan yang dialami oleh korban.
Ibu Korban Bagikan Kisah Sang Anak yang Diduga Alami Bullying di Sekolah
Ilustrasi//Foto: Freepik.com
Ibu korban membagikan kisah sang anak yang diduga menjadi korban bullying oleh teman sekolahnya pada pertengahan Juni 2025 melalui akun Instagramnya. Ibu korban mengatakan bahwa anaknya dituduh melaporkan teman-temannya yang merokok elektronik (vape) di kelas kepada guru. Padahal, menurut penuturan ibu korban, sang anak tidak pernah melakukan hal tersebut.
Korban kemudian diduga menjadi korban bullying dan hampir mengalami perundungan secara fisik. "Lalu pada suatu hari anak saya mau dipukuli ramai-ramai sama teman sekelasnya, tangannya dipegangin dan udah mau dipukulin, tapi alhamdulillah anak saya berhasil kabur ke ruang BK dan ada satu orang temennya yang mau mukulin itu secara gak sengaja kena pukul anak saya saat mau kabur," ujar ibu korban melalui akun Instagram.
Sejak kejadian tersebut, korban dilaporkan berubah menjadi sosok yang pendiam dan pemurung. Ia jadi takut pergi ke sekolah dan terlihat cemas. Korban, menurut sang ibu, juga mengalami ketakutan luar biasa sebelum berangkat ke sekolah karena takut dibully. Korban juga diduga dijauhi oleh teman-teman sekelasnya.
"Beberapa bulan setelah kejadian itu, masalah jadi semakin banyak, sering dipanggil ke BK karena anak saya tidak mau mengerjakan tugas dan ada laporan anak saya itu suka ngamuk di sekolah. Di sana saya masih positive thinking, oh mungkin transisi memang seperti ini," lanjutnya.
Tak lama berselang, sang ibu dipanggil oleh pihak sekolah dan diberitahu bahwa anaknya tidak naik kelas. Ia diberi pilihan bisa naik kelas tapi dengan catatan harus pindah sekolah. Sampai akhirnya, pada Senin (14/7), korban ditemukan tewas bunuh diri.
Kabar tersebut dibenarkan oleh Kasat Reskrim Polres Garut AKP Joko Prihatin. Menurutnya, saat ini kasus tersebut sedang didalami oleh polisi.
"Kejadiannya sedang kami lakukan penyelidikan," ungkap Joko kepada detikJabar, Senin (14/7) siang.
Selain oleh pihak kepolisian, kasus ini juga saat ini dalam penanganan Pemkab Garut dan Pemprov Jabar melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak masing-masing.
Ditemui di rumah duka korban, Senin siang, Wakil Bupati Garut Putri Karlina menuturkan jika kasus ini sudah dalam penanganan pihaknya, sekitar 3 Minggu yang lalu, ketika sang ibu mengangkat kisahnya di media sosial.
"Saya sudah minta tolong untuk PPA mengawal dan sudah dilakukan pendampingan. Jadi sebenarnya agak terkejut ketika harusnya pendampingan selanjutnya tanggal 17 Juli, ternyata sudah keburu dipanggil," kata Putri.
Menurut Putri, saat ini, pihaknya masih melakukan pengumpulan keterangan ke berbagai pihak yang terseret dalam kejadian ini.
Tanggapan Pihak Sekolah
Ilustrasi/Foto: Freepik.com
Kepala Sekolah SMAN 6 Garut Dadang Mulyadi menuturkan, sekolah membantah adanya perundungan yang dialami oleh korban. Menurut Dadang, permasalahan ini justru bermula ketika korban dinyatakan tinggal kelas.
"Sebenarnya ini bermula karena yang bersangkutan tidak naik kelas. Disebabkan ada 7 nilai mata pelajaran itu tidak tuntas," ucap Dadang, dilansir dari detikJabar.
"Sebelum rapat pleno penentuan, orang tua korban dipanggil oleh guru BK dan wali kelas untuk membicarakan apakah mau dituntaskan atau tidak yang 7 mata pelajaran itu. Dan orang tua sudah menerima," kata Dadang.
Wali kelas korban di sekolah, Yulia Wulandari juga mengaku, kaget ketika mendengar kabar korban meninggal dunia dan diduga disebabkan oleh perundungan di sekolah.
Sebab, menurutnya, tidak ada perundungan yang dialami korban. "Kita bahkan selalu mengupayakan bagaimana caranya supaya korban tidak tertinggal dari segi pelajaran," ungkap Yulia.
Yulia menyebut, sebelum ramainya kejadian ini, dia dan orang tua korban rutin berkomunikasi melalui pesan singkat. Dikatakannya, orang tua korban bahkan sering curhat mengenai anaknya. Termasuk bertanya mengenai hubungan asmara korban dengan seorang teman di kelasnya.
"Sering bercerita mengenai kenapa anaknya menjadi berubah semenjak masuk sekolah," ungkap Yulia.
Di sisi akademis, kata Yulia, terjadi penurunan prestasi yang dialami korban sejak semester 2 kelas 10. Yulia mengklaim jika dia dan guru BK di sekolah telah melakukan beragam strategi untuk mengatrol prestasi belajar korban, tapi tidak berhasil.
"Dan itu diketahui oleh orang tua siswa. Jawabannya silakan saja, ngikut gimana kata sekolah," ungkap Yulia.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
(naq/naq)