Terkuak Safari Sniper Sarajevo Tahun 1990-an, Turis Tajir Diduga Bayar Mahal untuk Tembaki Warga Sipil
Bagi sebagian besar orang, mendengar kata “perang” kadang sudah cukup membuat bulu kuduk merinding karena identik dengan kekerasan yang membabi buta sehingga menimbulkan banyak korban jiwa. Namun, baru-baru ini, seorang jurnalis Italia bernama Ezio Gavazzeni berhasil mengungkap sebuah fakta mengerikan tentang Perang Bosnia 1992–1995. Konflik tersebut ternyata dimanfaatkan beberapa kalangan untuk melakukan wisata mengerikan.
Dalam laporan yang ditulis BBC, sejumlah orang kaya, terutama dari daratan Eropa, diduga rela mengeluarkan dana fantastis demi menikmati apa yang disebut “tur sniper”. Selama konflik di era tahun 1990an tersebut, mereka telah membayar pihak milisi Serbia yang saat itu mengepung Bosnia-Herzegovina, kemudian menjadi sniper dadakan dan membunuh orang-orang di sana.
Benarkah demikian? Bagaimana hal ini terungkap, dan apa buktinya? Berikut fakta-fakta yang perlu Beauties tahu!
Apa yang Terjadi di Sarejevo?
Sarajevo, ibu kota Bosnia, pernah dikepung oleh pasukan Bosnian-Serb pada periode 1992–1996 dalam apa yang dikenal sebagai Siege of Sarajevo. Melansir Britannica, konflik Sarajevo ini berlangsung dari 5 April 1992 hingga 29 Februari 1996. Pemicunya adalah konflik antara etnis Serbia dan etnis Kroasia
Selama pengepungan ini, ribuan warga sipil tewas terkena tembakan sniper atau artileri, termasuk anak-anak dan orang tua. Setiap hari, rata-rata lebih dari 300 butir artileri menghantam Sarajevo, menghancurkan gedung rumah, sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur sipil lainnya.
Dalam kondisi seperti itu, telekomunikasi terputus karena kantor pos dan jaringan listrik dihancurkan, air dan pangan sangat langka, dan warga dipaksa bersembunyi dari tembakan sniper yang bisa datang kapan saja.
Pasukan Bosnia menguasai perbukitan sekitar ibu kota sehingga dengan mudah meneror warga dengan tembakan mematikan. Salah satu tempat paling menakutkan adalah Sniper Alley (Lorong Sniper), yaitu jalan utama kota yang terus menjadi sasaran tembakan dari bukit-bukit di sekitarnya.
Meski demikian, konflik ini akhirnya berakhir setelah NATO mengadakan perjanjian Dayton pada tahun 1995. Hingga akhirnya, lahirlah negara baru bernama Bosnia dan Herzegovina yang terbagi menjadi dia entitas, yaitu 51 persen wilayah gabungan Muslim-Kroasia (Federasi Bosnia dan Herzegovina) dan 49 persen Serbia (Republik Srpska).
Munculnya Dugaan Praktek Wisata Sniper
Ilustrasi/Foto: Unsplash.com/Thomas Tucker
Klaim mengenai sniper safari di Sarajevo sebenarnya sudah beredar lama sebagai rumor, tetapi baru mendapat sorotan serius beberapa tahun terakhir. Titik balik pentingnya datang setelah dirilisnya film dokumenter Sarajevo Safari (2022) karya sutradara Slovenia Miran Zupanič, sebagaimana dilaporkan BBC. Dalam film ini, sejumlah mantan anggota militer dan intelijen, termasuk seorang kontraktor Serbia, memberi kesaksian bahwa ada sejumlah warga asing yang kaya raya datang ke bukit-bukit di sekitar Sarajevo untuk menembak warga sipil dari pos sniper milisi Serb.
Ezio Gavazzeni, seorang jurnalis dan penulis Italia, mengaku terinspirasi oleh dokumenter tersebut. Menurut Gavazzeni, film itu menjadi titik awal untuk penyelidikan jurnalisnya sendiri. Ia kemudian menjalin komunikasi dengan narasumber, termasuk mantan petugas intelijen Bosnia, Edin Subašić, yang dalam kesaksiannya menyebut bahwa intelijen Bosnia telah memberi tahu intelijen Italia (SISMI) soal keberadaan “turis penembak jitu” di ketinggian sekitar Sarajevo.
Gavazzeni menyusun bukti dalam sebuah pengaduan resmi sepanjang 17 halaman dan menyerahkannya ke Kejaksaan Milan. Dalam laporan itu, dia menyatakan bahwa kelompok turis ini jumlahnya bisa sampai ratusan orang kaya, dan mereka membayar sangat mahal ke milisi Serbia agar bisa menembaki warga sipil.
Lebih jauh, Gavazzeni juga mengklaim bahwa dia berbicara dengan saksi yang mendeskripsikan daftar harga target, dengan biaya bervariasi. Hal yang mengejutkan, anak-anak adalah target yang dipatok dengan harga paling mahal.
Cara Kerja Wisata Sniper
Ilustrasi/Foto: Unsplash.com/Taiwangun
Mirisnya, orang-orang kaya ini diduga menembaki warga sipil sebagai target hiburan semata selama perang. Melansir New York Post, kebanyakan dari mereka adalah warga kaya dari Italia. Mereka berkumpul di Trieste setiap Jumat, lalu diterbangkan ke Bosnia melalui jalur tertentu, untuk kemudian diarahkan ke pos di bukit-bukit yang dikuasai milisi Serbia.
Tentu saja harga yang dibayar tidak sedikit. New York Post melaporkan bahwa mereka membayar sekitar 90 ribu USD (lebih dari Rp1,5 miliar menurut kurs Minggu, 16 November 2025). Melansir Al Jazeera, para turis kaya ini diberi akses ke posisi sniper sehingga keselamatan mereka juga lebih terjamin.
Saksi dan Bukti Kejadian
Ilustrasi/Foto: Freepik.com/atlascompany
Kasus ini semakin menjadi perhatian serius setelah laporan diajukan oleh jurnalis Ezio Gavazzeni, yang menyusun bukti dan kesaksian dalam dokumen 17 halaman ke Kejaksaan Milan. Melansir Al Jazeera, Gavazzeni menyatakan bahwa ada setidaknya sekitar 100 orang kaya Italia yang membayar mahal untuk ikut dalam trip sniper
Bukan sekadar laporan iseng, ada sejumlah bukti dan saksi yang mendukung laporan ini. Dilaporkan BBC, seorang mantan agen intelijen Bosnia (inisial E. S.) menyatakan bahwa intelijen Bosnia memberi tahu intelijen Italia (SISMI) tentang aktivitas “tur sniper” sejak 1993–1994. Menurut agen tersebut, rute tur sniper dilacak dari Trieste, dan menurut dia Sismi sempat menghentikan operasi tersebut.
Salah satu bukti kontroversial juga melibatkan tokoh Rusia, Eduard Limonov, yang pernah difilmkan menembak dari posisi sniper di bukit Sarajevo dengan senapan mesin, diiringi oleh Radovan Karadžić, sebagaimana dilaporkan BBC. Kegiatannya disebut sebagai bagian dari fenomena “wisata perang” dan menjadi salah satu contoh ekstrem.
Meski ada klaim besar dan dokumen pelapor, tidak semua saksi setuju. Melansir Guardian, beberapa mantan personel militer Inggris yang ditempatkan di Sarajevo selama perang menyatakan bahwa mereka tidak pernah mendengar soal “tur sniper” dan menyebut tuduhan itu sebagai “mitos urban” karena kesulitan logistik untuk membawa turis senapan ke zona perang.
Respon Pihak Terkait
Bendera Bosnia/Foto: Unsplash.com/Markus Winkler
Setelah laporan dari Gavazzeni, Kejaksaan Milan (dipimpin Jaksa Alessandro Gobbi) membuka kasus atas tuduhan pembunuhan disengaja dengan kekejaman dan motif tercela. Gavazzeni juga didukung mantan hakim Guido Salvini dan mantan walikota Sarajevo Benjamina Karić.
Konsulat Bosnia di Italia menyatakan siap bekerja sama penuh dalam penyidikan. Sementara itu, intelijen Italia sempat menghentikan kegiatan ini setelah mengetahui jalur penerbangan dari Trieste menuju Sarajevo, sebagaimana dilaporkan BBC.
Bagaimanapun, kasus “Safari Sarajevo” tahun 1990-an adalah tuduhan yang sangat serius dan mengerikan. Jika hal ini benar, maka praktek ini merupakan pelanggaran kemanusiaan yang serius.
Kini, setelah puluhan tahun, penyelidikan di Milan menunjukkan bahwa ini bukan hanya rumor tetapi tuduhan nyata yang bisa membawa keadilan bagi korban. Sementara proses hukum masih berlangsung, hal ini menjadi panggilan untuk refleksi tentang bagaimana manusia bisa mengeksploitasi kekerasan demi "hiburan".
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
Pilihan Redaksi |