Sering Curhat ke ChatGPT? Pahami Manfaat hingga Risikonya
Amoura Lingga Ranyana | Beautynesia
Selasa, 17 Jun 2025 22:30 WIB

Sering Curhat Ke AI? Pahami Manfaat hingga Risikonya/Foto: Pexels/Mikhail Nilov
Beauties, apakah kamu pernah melakukan curhat dengan ChatGPT? Jika iya, maka kamu tidak sendirian. Penggunaan AI (artificial intelligence) sebagai tempat curhat kini semakin populer, terutama di kalangan generasi muda. Di era digital saat ini, semakin banyak dari kita yang memilih untuk curhat atau berbicara dengan AI untuk mendapat dukungan emosional.
Dari salah satu uraian The New Indian Express, sekitar 5–10 dari 50 pasien dr. Venkatesh Babu telah menggunakan AI untuk terapi atau dukungan kesehatan mental. Bahkan, dalam uraian tersebut disebutkan juga bahwa sekitar 62 persen konselor sudah mengintegrasikan AI ke dalam praktik mereka.
Dilansir dari eWEEK, sebuah survey menunjukkan bahwa 55 persen orang dewasa muda berusia 18–29 tahun di Amerika Serikat merasa nyaman membahas masalah kesehatan mental dengan chatbot AI. Angka-angka ini menggambarkan bahwa AI bukan lagi sekadar teknologi futuristik, melainkan sudah menjadi bagian nyata dalam kehidupan sehari-hari untuk mencari dukungan.
Dari chatbot hingga aplikasi pendamping kesehatan mental berbasis AI, teknologi ini menawarkan akses mudah, cepat, dan terjangkau. Namun, di balik manfaatnya, ada juga risiko yang perlu kita pahami bersama. Berikut manfaat hingga risiko yang perlu kamu perhatikan dari curhat ke AI. Simak sampai habis, ya, Beauties!
Manfaat Curhat ke AI
Sering Curhat Ke AI? Pahami Manfaat Hingga Risikonya/Foto: Pexels/Ivan Samkov
Salah satu alasan utama mengapa anak muda memilih AI sebagai teman curhat adalah karena kemudahan akses dan privasinya. Menurut The New Indian Express, banyak pengguna muda merasa lebih nyaman berbicara dengan AI karena tidak takut dihakimi dan dapat melakukannya kapan saja tanpa harus membuat janji dengan terapis manusia.
Biaya yang lebih terjangkau dibandingkan terapi konvensional membuat AI menjadi alternatif menarik bagi mereka yang kesulitan mengakses layanan kesehatan mental secara langsung.
Sementara itu, Ensora Health mengungkapkan bahwa aplikasi pendamping emosional yang menggunakan teknologi AI mampu memberikan respons empati dan percakapan yang mendalam. Interaksi dengan pendamping AI ini dinilai bisa mengurangi rasa kesepian, dan dalam beberapa kasus bisa memberikan efek yang setara dengan interaksi manusia.
Namun, sejauh mana AI bisa berperan dalam hal ini dan bagaimana risiko yang mungkin bisa kita dapati sebagai penggunanya?
Risiko dan Tantangan yang Harus Diwaspadai
Sering Curhat Ke AI? Pahami Manfaat Hingga Risikonya/Foto: Pexels/Hải Nguyễn
Meski banyak manfaat, penggunaan AI untuk curhat bukan tanpa risiko. Pertama, AI tidak mampu sepenuhnya memahami emosi dan konteks kompleks yang dimiliki manusia. Seperti disampaikan oleh para ahli dalam artikel The New Indian Express dan eWEEK, AI tidak dapat menggantikan peran terapis manusia yang memiliki empati dan kemampuan menangkap nuansa emosional.
Kemudian, risiko ketergantungan juga menjadi perhatian serius. Melansir dari Ensora Health, beberapa pengguna bahkan merasa cemas dan tidak nyaman ketika aplikasi AI tidak bisa diakses sehingga menunjukkan potensi kecanduan emosional. Dalam tahap yang lebih serius, ketergantungan ini juga justru bisa memperparah rasa kesepian yang ada.
Selain itu, berbagai sumber juga menyebutkan jika aspek privasi dan keamanan data pribadi juga merupakan risiko yang tidak bisa dipisahkan. Data sensitif yang dibagikan kepada AI berpotensi disalahgunakan atau bocor, terutama jika platform tersebut tidak memiliki regulasi ketat.
Apa yang Perlu Kita Pahami dan Lakukan?
Sering Curhat Ke AI? Pahami Manfaat Hingga Risikonya/Foto: Pexels/SHVETS production
Curhat ke AI memang menawarkan solusi cepat, terjangkau, dan mudah untuk kesehatan mental, khususnya bagi generasi muda yang mungkin merasa sulit membuka diri ke orang lain. Namun, penting untuk memahami bahwa AI hanya bisa menjadi alat pendukung, bukan pengganti interaksi manusia yang melibatkan empati dan pemahaman mendalam. AI hanya akan memberikan "empati" yang dilatih, sehingga akan tetap terasa berbeda.
Sebaiknya, gunakan AI sebagai pelengkap. Kamu bisa menggunakannya sebagai teman bicara saat sedang merasa butuh didengar. Namun, jangan sampai hal ini menggantikan peran manusia dalam menjaga kesehatan mental secara menyeluruh. Ketika kamu merasa permasalahanmu sudah di tahap serius dan mengganggu, kamu tetap membutuhkan terapi langsung dari profesional yang tidak bisa digantikan oleh AI.
Jadi, tetap ingat, ya, Beauties, bagaimanapun juga kita tetap manusia yang membutuhkan interaksi sosial secara langsung. Carilah dukungan emosional dari orang sekitar yang kamu percaya atau tenaga profesional jika dibutuhkan.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
(naq/naq)