Rutinitas Orang Super Pintar yang Sering Dianggap Membosankan dan Ribet

Dewi Maharani Astutik | Beautynesia
Senin, 10 Nov 2025 20:00 WIB
Rutinitas Orang Super Pintar yang Sering Dianggap Membosankan dan Ribet
Kebiasaan orang cerdas sering kali disalahartikan sebagai sikap kaku dan membosankan/Foto: Freepik/jcomp

Pernahkah kamu memperhatikan bahwa orang-orang yang tampak paling cerdas justru punya kebiasaan yang terlihat membosankan atau bahkan terlalu rumit bagi kebanyakan orang? Mereka mungkin lebih suka menyendiri, punya rutinitas yang nyaris tak berubah, atau melakukan hal-hal kecil yang tampak remeh tetapi sangat mereka jaga konsistennya.

Padahal, di balik kesan “ribet” itu, ada cara berpikir sistematis dan disiplin luar biasa yang justru menjadi kunci kesuksesan mereka. Penasaran seperti apa rutinitas orang pintar yang sering disalahpahami ini? Yuk, kita bahas satu per satu lewat artikel yang dilansir dari Your Tango berikut!

Berusaha Memecahkan Masalah Sendiri Sebelum Meminta Bantuan

Kebiasaan orang cerdas sering kali ditunjukkan dari hal sederhana, seperti mencoba memecahkan masalah sendiri sebelum meminta bantuan. Tindakan kecil ini melatih otak untuk berpikir mandiri dan kritis. Dari tantangan kecil, kemampuan intelektual berkembang secara alami.
Kebiasaan orang cerdas adalah menjadikan setiap masalah sebagai latihan berpikir/Foto: Freepik/stockking

Salah satu hal kecil yang dilakukan orang jenius adalah mencoba terlebih dahulu untuk memecahkan masalahnya sendiri sebelum meminta bantuan orang lain. Sekilas terdengar mudah, tetapi dalam kenyataannya tidak banyak orang yang benar-benar mempraktikkannya.

Orang yang ingin membentuk otot akan pergi ke pusat kebugaran dan berusaha mengangkat beban yang melebihi kapasitas tubuhnya. Tubuhnya kemudian beradaptasi, ototnya berkembang, dan di kesempatan berikutnya, ia mampu mengangkat beban itu dengan lebih baik. Begitu pula dengan kemampuan berpikir, otak berkembang ketika dipaksa bekerja menghadapi kesulitan.

Sayangnya, banyak orang justru menghindari tantangan. Saat menemui masalah, mereka langsung mencari jawaban di internet atau meminta solusi dari atasan tanpa memberi kesempatan bagi otaknya untuk berpikir. Padahal setiap kali kita menyerah pada proses berpikir itu, kita kehilangan peluang untuk menumbuhkan intelektualitas.

Mulailah dengan langkah sederhana, seperti ketika ada kendala di tempat kerja, jangan terburu-buru meminta bantuan kecuali situasinya mendesak. Sekalipun tidak ada masalah yang mendesak, carilah tantangan baru untuk diselesaikan.

Kamu bisa memikirkan cara agar kamu bisa bangun lebih pagi, menyisihkan waktu untuk hobi, atau bahkan merenungkan persoalan global seperti perubahan iklim dan kebiasaan merokok. Tujuan semua itu bukan sekadar menyelesaikan persoalan-persoalan itu, tetapi untuk melatih diri berpikir secara aktif, menemukan pola, dan mengembangkan kerangka berpikir yang akan berguna dalam menghadapi masalah lain di masa depan.

Pada akhirnya, jadikan hidup sebagai perjalanan progresif menuju tantangan yang lebih besar—sama seperti seseorang yang perlahan berlatih mengangkat beban lebih berat di pusat kebugaran. Makin berat masalah yang mampu kamu pecahkan, makin kuat pula otakmu berkembang.

Membaca Banyak Referensi Tentang Satu Topik untuk Melihat Berbagai Sudut Pandang

Membaca banyak referensi tentang satu topik adalah kebiasaan orang cerdas yang membuat mereka mampu menemukan solusi unik atas masalah kompleks/Foto: Unsplash/Ziph

Banyak orang hanya membaca satu buku tentang suatu hal lalu merasa cukup, padahal pendekatan seperti itu membatasi cara berpikir. Oleh karena itu, cobalah memilih satu topik, lalu baca beberapa buku yang membahasnya. Misalnya, membaca empat buku tentang dopamin dan tiga buku tentang kriptokurensi.

Ada alasan logis di balik strategi ini. Setiap bidang ilmu memiliki kerangka berpikir utama yang khas. Namun, kerangka tersebut tidak terbatas pada bidang itu saja, tetapi dapat dipinjam dan diterapkan untuk memecahkan masalah di bidang lain.

Sebagai contoh, beberapa tahun lalu, para insinyur NASA menghadapi tantangan saat ingin memasang panel surya di luar angkasa. Tujuannya adalah memanfaatkan energi matahari untuk menggerakkan peralatan ruang angkasa dan menggantikan penggunaan baterai. Masalahnya, panel surya berukuran besar tidak mungkin dikirim melalui roket yang bentuknya ramping seperti pensil.

Lalu muncullah seorang pria bernama Brian Tease dengan ide cemerlang. Ia menyadari bahwa prinsip origami dapat diterapkan untuk melipat panel surya agar muat di dalam roket, dan ternyata cara itu berhasil.

Hal itu sendiri bukan kebetulan. Sejak kecil, Brian Tease gemar berlatih origami sehingga pikirannya mampu “meminjam” kerangka berpikir dari hobi tersebut dan mengaplikasikannya pada masalah teknik yang kompleks.

Inilah alasan mengapa membaca banyak buku dalam satu topik begitu penting. Makin dalam pemahaman yang kamu bangun, makin banyak pula sudut pandang yang kamu miliki terhadap satu bidang. 

Dengan cara tersebut, kamu akan terbiasa mengenali berbagai kerangka berpikir dan beragam disiplin ilmu yang secara bertahap akan menajamkan kecerdasanmu. Dalam jangka panjang, setelah kamu menjelajahi banyak bidang dan mengumpulkan banyak kerangka berpikir, kamu akan menjadi pemecah masalah yang lebih tangguh dan pada akhirnya menjadi pribadi yang lebih cerdas.

Membaca Biografi Orang-Orang dengan Kecerdasan Tinggi

Rutinitas orang pintar terbentuk dari kebiasaan berpikir mandiri dan berani menolak arus/Foto: Unsplash/Oleg Yudin

Membaca biografi tokoh-tokoh dengan tingkat kecerdasan tinggi tidak hanya memberi kita pengetahuan tentang pencapaian mereka, tetapi juga membuat kita belajar bagaimana karakter mereka membentuk kecerdasan itu sendiri. Sayangnya, kerap kali orang berasumsi bahwa kecerdasan berdiri sendiri dan terpisah dari kepribadian seseorang. Padahal, justru karakterlah yang menentukan cara seseorang berpikir, mengambil keputusan, dan menghadapi hidup, yang mana semua itu pada akhirnya menumbuhkan kecerdasan.

Dalam biografi yang ditulis Walter Isaacson, Einstein digambarkan sebagai sosok individualistis yang menolak ikut arus. Ia menolak dikekang oleh kelompok mana pun, bahkan sampai melepaskan kewarganegaraan Jermannya. Sikap skeptis dan penolakannya terhadap otoritas membuatnya berpikir secara bebas, dan justru dari kebebasan berpikir itulah lahir kecerdasannya yang legendaris.

Sifat yang sama kuatnya juga tampak pada Steve Jobs. Ia dikenal keras kepala dan menuntut kesempurnaan tanpa kompromi. Walau sikap itu kerap membuat rekan-rekannya frustasi, justru tekadnya yang tak tergoyahkan memacu mereka untuk melampaui batas dan menciptakan inovasi yang mengubah dunia.

Einstein dan Jobs menunjukkan bahwa kecerdasan bukan sekadar hasil dari kemampuan berpikir, melainkan cerminan dari karakter. Siapa diri mereka menentukan bagaimana mereka berpikir, bertindak, dan berkarya. Oleh karena itu, membaca biografi tokoh-tokoh cerdas bukan hanya memberi inspirasi, tetapi juga membantu kita memahami bahwa menjadi cerdas dimulai dari membentuk karakter. 

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE