Punya Sisi Gelap, CEO OpenAI Blak-blakan Bilang AI Nggak Boleh Terlalu Dipercaya

Dimitrie Hardjo | Beautynesia
Kamis, 26 Jun 2025 12:30 WIB
Punya Sisi Gelap, CEO OpenAI Blak-blakan Bilang AI Nggak Boleh Terlalu Dipercaya
Foto: youtube.com/OpenAI

Sam Altman, CEO OpenAI, yakni perusahaan yang membuat ChatGPT, beri pernyataan menarik dalam podcast perdana OpenAI Podcast. Dipandu oleh Andrew Mayne, mereka berbincang tentang masa depan artificial intelligence (AI). Dalam podcast yang tayang 18 Juni 2025 tersebut, Sam Altman bercerita bagaimana ia mengamati orang-orang memercayai ChatGPT.

"People have a very high degree of trust in ChatGPT, which is interesting, because AI hallucinates", katanya dalam podcast. "It should be the tech that you don't trust that much." (Orang-orang memiliki tingkat kepercayaan yang sangat tinggi terhadap ChatGPT, ini hal yang menarik, karena AI berhalusinasi. Seharusnya teknologi itulah yang tidak terlalu kamu percayai)

Ia mengakui hal tersebut karena kemampuan AI masih dalam tahap awal. Walaupun banyak digunakan oleh khalayak luas, Altman mengatakan AI tidak terlalu bisa diandalkan.

Artificial Intelligence Berikan Informasi yang Salah atau “Halusinasi”

Ilustrasi AI

Foto: Pexels.com/Sanket Mishra

Dikutip dari Yahoo Finance, ChatGPT dan Large Language Models (LLMs) serupa diketahui “berhalusinasi” atau melakukan error. Mereka menghasilkan informasi yang terdengar masuk akal, tetapi tidak benar atau dibuat-buat.

The New York Times turut memuat bagaimana AI berkembang semakin canggih, tapi halusinasinya semakin parah. Begitu pula yang disampaikan situs NewScientist yang mengemukakan peningkatan model penalaran AI chatbots, seperti OpenAI dan Google, justru memiliki kinerja lebih buruk dibandingkan model sebelumnya. Masalah “halusinasi” ini sudah ditemukan sejak awal, Beauties. Namun masalah yang sama tetap dijumpai sampai sekarang seolah memberikan “sinyal” bahwa kita mungkin tidak akan pernah bisa menghilangkan error ini.

Paradoks Penggunaan AI dan Peringatan Sam Altman

Sam Altman

Sam Altman/ Foto: youtube.com/OpenAI

Penggunaan AI dalam kehidupan sehari-hari pun tengah jadi paradoks. Berdasarkan pengamatan Sam Altman, pengguna semakin menyadari bahwa AI dapat membuat kesalahan. Namun di sisi lain, AI juga menawarkan kemudahan, kenyamanan, kecepatan, dan kelancaran percakapan sehingga menumbuhkan tingkat kepercayaan yang bahkan disandingkan dengan para ahli atau kerabat terdekat. Kepercayaan pengguna semakin kuat karena AI mampu mengingat konteks, beri respon personal, dan memberikan bantuan dalam berbagai hal. 

Terkait hal ini, Sam Altman memperingatkan kepercayaan pengguna terhadap AI tidak selalu tepat sasaran. Ada risiko yang sangat besar akibat ketergantungan pada konten yang dihasilkan AI, khususnya dalam bidang perawatan kesehatan, nasihat hukum, dan pendidikan. 

Walaupun AI memang bermanfaat, Altman menekankan pentingnya kesadaran para pengguna dan berpikir kritis. Sebab bagaimanapun, AI tidak selalu benar sehingga tidak boleh dipercaya begitu saja.

Artificial Intelligence dan Penurunan Kemampuan Berpikir

Ilustrasi ChatGPT

Ilustrasi ChatGPT/ Foto: Pexels.com/Tim Witzdam

Ketergantungan berlebihan kepada AI ternyata punya sisi gelapnya tersendiri, Beauties. Walaupun berguna untuk membantu pekerjaan sehari-hari, penggunaan AI secara terus-menerus punya pengaruh terhadap kemampuan kognitif manusia. Sebab, AI mempermudah kita untuk berpikir sehingga kemampuan otak tidak terasah.

Melansir dari Forbes, hal ini sudah pernah diteliti di sekolah-sekolah di Amerika Serikat. Penelitian oleh University of Pennsylvania yang berjudul “Generative AI Can Harm Learning” (AI Generatif Dapat Membahayakan Pembelajaran) menemukan siswa yang mengandalkan AI untuk mengerjakan soal-soal latihan memiliki hasil lebih buruk dalam ujian dibandingkan dengan siswa yang menyelesaikan tugas tanpa bantuan AI.

Hal itu menunjukan penggunaan AI tidak cuma berkaitan dengan masalah kenyamanan, tapi juga penurunan kemampuan berpikir kritis. Masalah ini juga dikhawatirkan generasi penerus tidak mampu untuk terlibat dalam praktik intelektual yang lebih mendalam karena hanya mengandalkan algoritma, bukan keterampilan analisis sendiri, serta menerima jawaban apa adanya tanpa memahami proses atau konsep di baliknya.

Bagaimana menurutmu, Beauties?

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Tonton video di bawah ini ya, Beauties!

RELATED ARTICLE

BE STORIES