Mengenal Keumalahayati, Laksamana Perempuan Pertama Dunia yang Berasal dari Tanah Air
Riswinanti Pawestri Permatasari | Beautynesia
Senin, 05 May 2025 09:30 WIB

Laksamana Hayati/Foto: Kepustakaan Kongres Wanita Indonesia via Detikcom
Jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain seperti Cut Nyak' Dien atau RA Kartini, pembahasan tentang Laksamana Malahayati ini mungkin kurang intens diperbincangkan. Padahal, perempuan bernama lengkap Keumalahayati ini juga memiliki peran yang tak kalah hebat dari para Pahlawan Nasional lain, bahkan diketahui menjadi salah satu 'benteng' yang menggagalkan usaha penjajahan Indonesia di masa silam.
Melansir laman resmi Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh, Laksamana Keumalahayati adalah perempuan tangguh dari tanah rencong, yang ternyata juga tercatat sebagai laksamana perempuan pertama di dunia. Namanya kini diabadikan sebagai nama jalan di berbagai kota besar dan dijadikan simbol perjuangan perempuan Aceh yang tak gentar menghadapi penjajah.
Yuk, kita kenali lebih jauh sosok Laksamana Malahayati dan bagaimana kiprah sang pahlawan yang membuat penjajah Belanda dibuat gentar olehnya.
Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan
![]() Ilustrasi/Foto: Freepik.com |
Keumalahayati lahir pada 1 Januari 1550 dari keluarga bangsawan Aceh. Melansir detikcom, ayahnya yang bernama Laksamana Mahmud Syah merupakan seorang laksamana di Kesultanan Aceh yang sangat disegani dan dihormati. Sementara kakeknya, Laksamana Muhammad Said Syah, adalah panglima perang di era Sultan Salahuddin.
Melansir laman resmi Dinas Kebudayaan Yogyakarta, Malahayati ternyata keturunan Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513–1530 M) yang merupakan pendiri Kerajaan Aceh Darussalam. Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah memiliki putra Sultan Salahuddin Syah, yang memerintah Aceh sekitar tahun 1530–1539 M, dan kemudian memiliki putra Laksamana Muhammad Said Syah.
Karena dibesarkan dalam lingkungan bangsawan dan panglima, sejak kecil Keumalahayati sudah terbiasa melihat dunia militer. Ia pun melanjutkan pendidikan di Ma'had Baitul Makdis, sebuah akademi militer milik Kesultanan Aceh yang setara dengan akademi militer terbaik di masanya. Di sanalah kemampuan strategi dan kepemimpinannya terasah tajam.
Membentuk Pasukan Inong Balee
Teluk Lamreh Krueng Raya, tempat pangkalan militer armada Inong Balee, sekarang telah menjadi Pelabuhan Malahayati./Foto: Kemdikbud RI
Setelah kehilangan suaminya yang gugur dalam pertempuran melawan Portugis, Keumalahayati menggagas pembentukan pasukan elite perempuan yang dikenal sebagai Inong Balee. Pasukan ini terdiri dari sekitar 2.000 perempuan yang sebagian besar adalah janda prajurit Kesultanan Aceh yang tewas dalam pertempuran.
Malahayati melatih langsung para anggota Inong Balee dengan bekal pengetahuan militer yang diperolehnya selama menempuh pendidikan di Mahad Baitul Makdis. Pendidikan tersebut mempertemukannya dengan para instruktur tangguh, termasuk dari Turki Utsmani, yang turut membentuk karakter dan kecakapannya di bidang peperangan laut.
Sultan Aceh yang mengakui kemampuan luar biasanya kemudian menunjuk Malahayati sebagai panglima angkatan laut atau laksamana. Dilansir dari Indonesia.go.id, Sultan juga memberikan dukungan besar terhadap Inong Balee, termasuk dengan menyediakan armada laut yang terdiri dari sekitar 100 kapal besar, masing-masing mampu mengangkut hingga 400 orang.
Pasukan Inong Balee dipercaya dalam berbagai misi tempur, terutama melawan bangsa Portugis dan Belanda. Operasi mereka tak hanya terbatas di kawasan Selat Malaka, namun juga meluas hingga pesisir timur Sumatra dan Semenanjung Malaya.
Sebagai markas dan pusat latihan militer, Inong Balee membangun benteng di atas bukit yang menghadap Teluk Lamreh, Krueng Raya. Benteng ini dikenal sebagai Benteng Inong Balee, tempat perlindungan strategis yang dibangun dan dikelola oleh perempuan. Dinding benteng menjulang hingga sekitar 100 meter, dirancang untuk bertahan dari gempuran musuh. Selain sebagai basis militer, tempat ini juga digunakan untuk mengawasi jalur perdagangan laut dan aktivitas pelabuhan penting di wilayah Kesultanan Aceh.
Diangkat Jadi Laksamana
Laksamana Hayati/Foto: Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah
Pendidikan militer membuat Malahayati menjadi sosok yang tangguh, dengan keberaniannya yang tak bisa dipandang sebelah mata. Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Mukammil bahkan memberikannya kepercayaan sebagai laksamana, sehingga menjadikannya perempuan pertama di dunia yang memegang jabatan militer tertinggi di armada laut. Ia bukan hanya mengatur strategi dari balik layar, tapi juga terjun langsung ke medan perang.
Pada tahun 1585–1604, dia juga tercatat diserahi jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.
Duel Legendaris dengan Cornelis de Houtman
Ilustrasi/Foto: Detikcom
Memasuki akhir abad ke-16, Aceh mulai dikunjungi berbagai bangsa Eropa, salah satunya Belanda. Namun, niat awal berdagang perlahan bergeser. Belanda menunjukkan sikap agresif dan cenderung ingin menguasai Nusantara. Keumalahayati yang cermat melihat gelagat ini bersikap tegas. Ia menilai Belanda sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan kekuatan, bukan sekadar diplomasi.
Salah satu peristiwa paling terkenal adalah duel satu lawan satu antara Keumalahayati dan Cornelis de Houtman, pimpinan ekspedisi dagang Belanda yang terkenal arogan. Dalam duel tersebut, Keumalahayati berhasil membunuh Cornelis, membuat Belanda terguncang dan menarik diri sementara dari wilayah Aceh. Cerita duel heroik ini diceritakan kembali oleh Husaini Ibrahim dan Nab Bahany As dalam buku Laksamana Keumalahayati Singa Betina Selat Malaka yang terbit Oktober 2022.
Menjadi Inspirasi Bagi Para Generasi Setelahnya
Makam Laksamana Hayati/Foto: Detikcom
Keumalahayati meninggal dunia pada tahun 1615, dan dimakamkan di Lamreh, Kecamatan Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar. Dengan berbagai kiprah dan jasanya, Laksamana Malahayati menjadi salah satu inspirasi bagi banyak perempuan di generasi selanjutnya, terbukti dengan semakin banyaknya pahlawan perempuan Nusantara yang muncul setelahnya, seperti Cut Nyak' Dien, Cut Meutia, dan lain-lain.
Nama Keumalahayati kini hidup dalam berbagai bentuk penghormatan. Selain dijadikan nama jalan dan institusi, pada tahun 2017 ia resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo. Selain itu, banyak penghargaan lain yang disematkan kepadanya sebagai bentuk kekaguman atas jasa-jasanya di masa lalu. Pengakuan ini tak hanya membanggakan Aceh, tapi juga mengangkat sejarah perempuan Indonesia di kancah dunia.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
(naq/naq)