Ini 3 Ekspektasi Konyol yang Bikin Hubungan Asmara Berantakan

Dewi Maharani Astutik | Beautynesia
Kamis, 06 Nov 2025 21:30 WIB
Ini 3 Ekspektasi Konyol yang Bikin Hubungan Asmara Berantakan
Ekspektasi dalam hubungan yang kerap merusak keharmonisan pasangan/Foto: Freepik

Banyak pasangan tidak menyadari bahwa yang membuat hubungan berantakan bukanlah hilangnya cinta, melainkan ekspektasi dalam hubungan yang tidak realistis. Saat harapan terlalu tinggi atau tidak sesuai kenyataan, hubungan bisa terasa menyesakkan dan akhirnya runtuh.

Dilansir dari Fodmap Everyday, ada 3 ekspektasi tidak masuk akal yang kerap menjadi kesalahan dalam hubungan. Dengan mengetahui ini, kita bisa lebih memahami cara membangun komunikasi yang sehat dan menjaga hubungan tetap tumbuh dengan kuat.

Hubungan Harus Terlihat Sempurna (Terutama di Media Sosial)

Media sosial kerap menampilkan romansa yang tampak sempurna, dari liburan eksotis hingga momen mesra sehari-hari. Ekspektasi dalam hubungan bisa terdistorsi karena paparan terus-menerus pada citra ideal ini. Akhirnya, pasangan sering merasa tekanan untuk menjaga penampilan, bukan membangun kedekatan emosional.
Ekspektasi dalam hubungan bisa terdistorsi oleh paparan berkelanjutan dari medsos/Foto: Freepik/pressfoto

Media sosial telah menjadi panggung untuk romansa yang dikurasi, di mana pasangan menampilkan jalan-jalan saat matahari terbenam, liburan eksotis, dan kasih sayang yang tampak sempurna. Berbagi momen secara selektif di media sosial menumbuhkan ilusi bahwa cinta selalu mudah dan penuh kebahagiaan. Padahal, paparan terus-menerus pada citra ideal semacam ini justru bisa menurunkan kepuasan hubungan dan memicu lebih banyak konflik.

Banyak pasangan akhirnya berakhir dengan hubungan berantakan karena ekspektasi salah satu atau kedua belah pihak untuk menjaga citra digital yang sempurna. Alih-alih membangun kedekatan emosional, mereka lebih fokus pada penampilan yang enak dilihat orang lain.

Keaslian pun tergerus karena interaksi lebih ditujukan untuk mendapat pengakuan publik ketimbang memperkuat hubungan pribadi. Ironisnya, dalam usaha mengejar kesempurnaan semu, justru hilanglah ketidaksempurnaan alami yang membuat sebuah hubungan terasa nyata dan penuh makna.

Sindrom Soulmate

Ekspektasi dalam hubungan sering membuat orang menaruh harapan tinggi pada adanya belahan jiwa sempurna/Foto: Freepik/cookie_studio

Banyak orang tumbuh dengan keyakinan bahwa belahan jiwa sempurna akan datang dan “melengkapi” hidup mereka. Gambaran ini memang sering dipopulerkan dalam film dan budaya populer, tetapi kenyataannya hubungan yang sehat tidak lahir dari kesempurnaan, melainkan dari pertumbuhan, kompromi, dan ketangguhan yang dibangun bersama.

Riset dari Forbes menunjukkan bahwa kebahagiaan erat kaitannya dengan proses belajar dan pengembangan diri. Jadi, pasangan yang memandang hubungan sebagai perjalanan untuk belajar bersama biasanya akan merasakan kepuasan yang lebih dalam.

Namun, seperti yang telah disinggung pada poin sebelumnya, di era media sosial, muncul tekanan untuk selalu menampilkan citra hubungan yang sempurna. Survei 2025 dari Singles in America—yang merupakan kolaborasi dari perusahaan aplikasi kencan Match dan The Kinsey Institute, lembaga riset akademik tentang seksualitas dan hubungan—mencatat bahwa 73 persen lajang percaya cinta yang romantis bisa bertahan selamanya.

Sayangnya, keyakinan ini sering membuat ekspektasi tidak realistis dan menjauhkan orang dari kejujuran emosional. Faktanya, cinta yang bertahan lama bukan soal menemukan sosok yang ideal, melainkan tentang membangun kisah yang bermakna bersama dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada.

Hubungan Tanpa Konflik adalah Hubungan Ideal

Menghindari konflik sama sekali adalah kesalahan dalam hubungan/Foto: Freepik/lookstudio

Keyakinan bahwa hubungan tanpa konflik adalah hubungan ideal justru membuat pasangan mudah kecewa karena bahkan hubungan yang paling bahagia sekalipun pasti mengalami perbedaan pendapat. Menurut Gottman Institute, jika ditangani dengan cara yang sehat, konflik dapat memperdalam pemahaman dan memperkuat ikatan emosional.

Hal tersebut juga didukung oleh riset dari Positive Psychology yang menunjukkan bahwa cara menyelesaikan masalah yang penuh rasa hormat—misalnya melalui mendengarkan aktif dan sikap empati—dapat menumbuhkan rasa percaya dan keintiman. Sebaliknya, jika konflik selalu dihindari, emosi yang ditekan justru bisa mengikis keaslian hubungan dan melahirkan rasa kesal yang terpendam. Dengan menerima konflik sebagai bagian wajar dari perjalanan bersama, pasangan bisa belajar menghadapi perbedaan dengan saling menghormati dan tetap berjalan menuju tujuan yang sama.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE