Baskara Putra Persembahkan Kemenangan AMI Awards 2025 untuk Sumarsih
Baskara Putra alias Hindia menjadi musisi dengan peraih penghargaan paling banyak di AMI Awards 2025. Ia memenangkan 5 kategori sekaligus!
Di laman Instagram pribadinya @wordfangs, ia membagikan kabar bahagia tersebut. Kelima piala yang didapatkan adalah buah dari project solo terbaru yang rilis bertepatan dengan ulang tahunnya, 22 Februari 2025 lalu. Ialah Doves, '25 On Blank Canvas.
Penyanyi berusia 31 tahun ini meraih Artis Solo Alternatif Terbaik, Video Musik Terbaik untuk lagu everything u are, Album Alternatif Terbaik, Album Terbaik Terbaik. Lalu, piala kelima didapatkan bersama bandnya, .Feast dengan kategori Album Rock Terbaik 'Membangun & Menghancurkan'.
Dari kelima kemenangan tersebut, salah satunya Hindia persembahkan untuk Sumarsih, Ibu dari korban tragedi 98. Simak!
Kemenangan Hindia di AMI Awards 2025 untuk Sumarsih
Baskara Putra di AMI Awards 2025/Foto: Instagram.com/wordfangs
Dalam speech kemenangan Album Alternatif Terbaik, pria dengan nama panggung Hindia ini mempersembahkannya untuk Sumarsih. Ia merupakan ibu dari korban tragedi 98, yang hingga saat ini masih berupaya tanpa lelah menuntut keadilan.
“Mungkin banyak yang tahu, album mixtape Doves, ’25 On Blank Canvas ini dari lagu cintanya, seperti everything u are, Semua Lagu Cinta Terdengar Sama, dan lain-lain,” ujar Baskara Putra.
“Tapi di rilisan ini juga ada sebuah cerita tentang seorang ibu yang kehilangan anaknya pada tahun 98 dan perjuangan dia sampai hari ini dalam mencari keadilan dan memupuk harapan, untuk ruang dan apresiasinya terhadap realita tersebut, terima kasih,” sambungnya.
Adapun rilisan yang dimaksud oleh Baskara Putra yang mengangkat kisah perjuangan sosok Sumarsih berjudul (kamis). Pelantun Cincin yang selama ini vokal terharap isu-isu sosial lewat lagu dan konsernya ini mengangkat POV perjuangan seorang ibu untuk anaknya.
Tentang Sumarsih dan Aksi Kamisan
Sumarsih dengan Kartu Merah Pada Aksi Kamisan /Foto: CNN Indonesia/Adi Ibrahim
Maria Catarina Sumarsih atau yang lebih akrab disapa Sumarsih adalah ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan atau Wawan. Anaknya merupakan mahasiswa Universitas Atma Jaya yang meninggal dunia dalam Tragedi Semanggi I.
Sumarsih menginisiasi Aksi Kamisan bersama keluarga korban Pelanggaran HAM berat lainnya, yakni Suciwati istri dari Munir Said Thalib dan Bedjo Untung perwakilan dari keluarga korban pembunuhan, pembantaian, dan pengurungan tanpa prosedur hukum terhadap orang-orang yang diduga PKI tahun 1965-1966.
Dimulai pertama kali pada 18 Januari 2007, hingga saat ini Aksi Kamisan masih tetap berjalan setiap hari Kamis di depan Istana Negara. Tuntutan dari kegiatan ini adalah menuntut negara untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia, dari Tragedi Semanggi, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, Peristiwa Tanjung Priok, hingga Peristiwa Talangsari 1989.
Aksi Kamisan identik dengan warga hitam. Mereka yang datang akan mengenakan busana serba hitam, membawa payung hitam, serta spanduk berwarna hitam.
Bukan tanpa alasan, warna hitam yang dipilih memiliki makna keteguhan yang menggambarkan keluarga korban yang hingga saat ini tak gentar mencari keadilan. Lalu, payung memiliki simbol perlindungan dan Istana Negara adalah simbol kekuasaan.
Isi Rekaman (kamis) dalam album mixtape Doves, ’25 On Blank Canvas
Album mixtape Doves, ’25 On Blank Canvas/Foto: Instagram.com/wordfangs
Dan tidak akan ada orang yang rela anak yang dicintai ditembak atau dibunuh.
Wawan itu anak yang menyenangkan. Hobinya membaca. Dia di kamar mandi pun selalu baca koran atau bawa komik atau buku.
Kalau hari Sabtu, hari Minggu, kami masak bersama-sama. Pada saat makan bersama itu, jam berapa pun makan malam bersama kami bercerita tentang keseharian. Dari pembicaraan yang sederhana, kami membicarakan masalah politik karena pada tahun '97-'98 masalah politik Indonesia semakin memanas. Setelah pembicaraan sampai kepada masalah politik, selalu ditutup dengan "Besok dimasakin apa?"
Karena pada tahun '98 itu demonstrasi dan hari ke hari semakin membesar. Tahun '98 terjadi tragedi kemanusiaan yang sudah diselidiki oleh Komnas HAM Yaitu dalam berkas tragedi penembakan mahasiswa peristiwa Semanggi 1, Semanggi 2, Trisakti. Kemudian berkas kerusuhan 13-15 Mei '98 dan berkas penghilangan paksa atau penculikan aktivis pro-demokrasi.
Wawan mahasiswa Atma Jaya, juga aktif di masyarakat dengan ikut anggota Tim Relawan untuk Kemanusiaan mengadvokasi korban 13, 15 Mei '98 sebagai anggota tim relawan kemanusiaan. Setiap Wawan datang ke rumah sakit yang diminta adalah obat-obatan untuk teman-temannya yang berdemonstrasi.
Dan menurut kesaksian, pada tanggal 13 November hari Jumat itu, jam 10 pagi Bersama enam orang temannya, Wawan menetralisir gas air mata di depan kampus Atma Jaya dengan menyemprotkan air hidran.
Sekitar jam 3 sore, aparat masuk ke Atma Jaya ada korban yang jatuh, Wawan ngasih tahu "Pak, itu ada korban. Boleh ditolong atau tidak?" Tentara itu mengatakan, "Boleh, silakan". Kemudian Wawan mengeluarkan bendera putih, dilambai-lambaikan. Tetapi pada saat Wawan akan mengangkat korban, justru Wawan ditembak.
Banyak orang mengatakan dari pagi Wawan menggunakan ID card Tim Relawan untuk Kemanusiaan. Dan Wawan diautopsi oleh Dr. Budi Sampurno. Wawan meninggal dunia karena ditembak dengan peluru tajam standar militer di dada sebelah kiri mengenai jantung dan parunya. Dan menurut kesaksian juga bahwa Wawan ditembak oleh aparat di halaman kampusnya ketika sedang menolong seorang korban yang juga ditembak oleh aparat
Setelah Wawan meninggal dunia, hari Jumat 13 November '98 Wawan ditembak, hari Sabtu Wawan dimakamkan, pulang dari makam ada wartawan bertiga begitu, di rumah sunyi. Kemudian saya bilang, "Saya akan berhenti bekerja Saya tidak sanggup untuk bertemu dengan orang".
Saya sangat mencintai Wawan, kami sekeluarga mencintai Wawan, tapi duka cita saya bertransformasi pada cinta terhadap sesama dengan memperjuangkan agar kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia ini dipertanggungjawabkan sesuai dengan undang-undang yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM untuk mewujudkan agenda reformasi yang ketiga yang diperjuangkan oleh Wawan dan kawan-kawannya, yaitu tegakkan supremasi hukum.
Bagi saya, warna hitam bukan lambang duka cita tetapi lambang keteguhan Jangan yang ada hanya korban, tetapi pelakunya tidak ada.
Beauties, itu dia tentang kemenangan Baskara Putra atau Hindia yang dipersembahkan untuk Sumarsih. Selamat untuk Hindia!
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!