Banjir Bandang Landa Sumut, Sumbar, hingga Aceh, Simak Deretan Faktanya

Dimitrie Hardjo | Beautynesia
Jumat, 28 Nov 2025 10:30 WIB
Banjir Bandang Landa Sumut, Sumbar, hingga Aceh, Simak Deretan Faktanya
Banjir Bandang Landa Sumut, Sumbar, hingga Aceh, Simak Deretan Faktanya/ Foto: Dok. BNPB/Detikcom

Banjir bandang dan tanah longsor melanda beberapa wilayah di Pulau Sumatra pada akhir November 2025. Aceh, Sumatera Utara (Sumut), hingga Sumatera Barat (Sumbar) menyita perhatian nasional lantaran bencana alam hebat yang terdokumentasi dan tersebar di media sosial. Tidak hanya merusak perumahan warga, tapi juga memakan puluhan korban jiwa, Beauties.

Melansir dari DetikSumut, Polda Sumatera Utara merilis data korban bencana alam di 12 kabupaten/kota Sumut per Kamis (27/11/2025). Tercatat sebanyak 43 orang meninggal dunia, 81 orang luka, dan 88 orang masih dalam pencarian, sehingga total ada 212 korban bencana alam dan yang mengungsi sebanyak 1.168 warga.

Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) mencatat dari 16 kabupaten/kota di wilayah Aceh yang terdampak, terdapat 30 orang meninggal dunia, 16 hilang. Bencana berdampak pada total 119.998 jiwa, seperti yang dikutip dari CNN Indonesia.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Kota Solok, Sumatera Barat, mencatat 3.362 warga terdampak banjir. Sementara 10 warga Malalak Timur, Agam, tewas akibat banjir yang melanda wilayahnya pada hari Rabu (26/11/2025).

Titik Banjir

Jembatan terputus akibat banjir di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara, Selasa (25/11).

Jembatan terputus akibat banjir di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara, Selasa (25/11)/ Foto: Dok. BPBD Tapanuli Selatan

Lebih detail lagi, titik banjir di Aceh dalam periode 18-26 November ada di 9 kabupaten, antara lain Bireuen, Lhoseumawe, Aceh Timur, Langsa, Bener Meriah, Gayo Lues, Aceh Singkil, Aceh Utara, dan Aceh Selatan. Wilayah yang ditetapkan status darurat ialah Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Singkil, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Tenggara, dan Kabupaten Aceh Barat.

Banjir di Sumatera Utara yang terjadi sejak 21 November melanda 12 kabupaten, yaitu Kabupaten Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah (di Kecamatan Pandan, Sarudik, Badiri, Kolang, Tukka, Lumut, Barus, Sorkam, dan Pinangsori), Tapanuli Selatan, Kota Sibolga, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kota Gunungsitoli, Kota Padang Sidempuan.

Banjir di Sumatera Barat terjadi di Padang Pariaman, Pesisir Selatan, Pariaman, Padang, Solok, Tanah Datar, dan Agam. 

Apa Penyebabnya?

Banjir disebut terjadi akibat berubahnya Bibit Siklon 95B di wilayah Selat Malaka, bagian timur Aceh, menjadi Siklon Tropis Senyar. Siklon bergerak dengan kecepatan sekitar 10km/jam menuju wilayah daratan Aceh dan bisa berdampak signifikan terhadap potensi hujan sangat lebat hingga ekstrem disertai angin kencang. 

Hal tersebut dikonfirmasi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam press conference pada hari Rabu (26/11/2025). Dikutip dari CNBC Indonesia, Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani menjelaskan, “Kondisi ini meningkatkan suplai air di perairan hangat Selat Malaka yang memicu pertumbuhan awan konvektif di bagian utara Sumatra. Saat ini Siklon Tropis Senyar berpusat di sekitar 5.0° LU dan 98.0° BT dengan tekanan udara minimum di pusat mencapai sekitar 998 hPa dan kecepatan angin maksimum di sekitar sistem mencapai 43 knot (80 km/jam).”

Dalam 24 jam ke depan, Siklon Tropis Senyar bergerak ke arah barat hingga barat daya dan masih di daratan Aceh dengan kecepatan 4 knot (7 km/jam), sedangkan dalam 48 jam ke depan Siklon Tropis Senyar diperkirakan akan menurun intensitasnya menjadi Depresi Tropis. “Kendati demikian, cuaca ekstrem tetap berpotensi terjadi sebagai dampak lanjutan, sehingga potensi dampak bencana hidrometeorologi masih harus diwaspadai terjadi di wilayah Aceh, Sumatra Utara (Sumut), Kepulauan Riau, Riau, Sumatra Barat (Sumbar), dan sekitarnya pada 2-3 hari ke depan,” lanjut Faisal.

Di sisi lain, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara menyebutkan penebangan liar menjadi faktor penyebab banjir. Hujan yang turun tidak terserap karena Sumut telah kehilangan banyaknya lahan resapan air.

Pada video yang beredar di media sosial, banjir besar yang menghantam pemukiman turut mengangkut gelondongan kayu dan lumpur. Muatan banjir bandang tersebut menimbulkan kecurigaan akan praktik illegal logging (penebangan liar) yang memperparah banjir dan longsor. Gubernur Sumut, Bobby Nasution, merespon hal tersebut dengan pernyataan “Ya nanti kita lihat ya (soal banyaknya gelondongan kayu)” seperti yang dikutip dari DetikTravel. Fokus mereka saat ini adalah evakuasi warga terdampak dan mempercepat pengiriman logistik.

Deforestasi di Wilayah Sumut

Gelondongan kayu terbawa arus sungai saat banjir di Sibolga-Tapteng. (Tangkapan layar media sosial)

Gelondongan kayu terbawa arus sungai saat banjir di Sibolga-Tapteng./ Foto: DetikSumut/Tangkapan layar media sosial)

Sementara itu, Rianda Purba selaku Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Utara membeberkan deforestasi di wilayah sekitar banjir bandang sangat tinggi. “Di Kecamatan Batang Toru, yang meluap itu Sungai Batang Toru. Di hulunya ada tiga sumber aliran air yang tutupan hutannya sebagian sudah hilang," ungkapnya seperti yang dikutip DetikTravel dari BBC

Sebagai informasi, hutan Batang Toru juga merupakan wilayah habitat satu-satunya orangutan Tapanuli yang saat ini diambang kepunahan, Beauties. Melansir dari situs Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menunjukkan 85% ekosistem Batang Toru berstatus hutan lindung atau cagar alam, tapi fakta distribusi populasi orangutan berdasarkan fungsi kawasan, yakni 7% orangutan hidup di kawasan Cagar Alam yang dikelola Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara, 64% berada di hutan lindung, 4% di hutan produksi yang dikelola Kesatuan Pengelolaan Hutan X Padangsidempuan dan KPH XI Pandan, dan 25% hidup di Areal Penggunaan Lain yang dikelola pemerintah dan masyarakat tanpa perlindungan khusus.

World Wide Fund for Nature juga mencatat bahwa populasi orangutan Tapanuli yang hanya sedikit ini juga semakin terancam akibat adanya ancaman perburuan, perdagangan ilegal, deforestasi kelapa sawit, hingga proyek-proyek raksasa. Bagaimana menurut kamu, Beauties?

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE