Upaya Pelestarian Pengrajin dan Budaya Lokal oleh LAKON Indonesia
Dimitrie Hardjo | Beautynesia
Rabu, 19 Mar 2025 16:30 WIB
Foto: Dok. LAKON Indonesia
Remang, tak layak, dan terbatas. Beginilah kondisi pengrajin batik asal Indonesia yang bertaruh hidup di Malaysia. Diangkut dari kampung halaman untuk bekerja di negeri orang, pulang ke tanah air dengan nestapa.
Para pengrajin Indonesia yang 'hilang' harus membatik untuk bangsa lain dengan upah buruh, bekerja hingga malam di ruang kurang penerangan. Rabun diderita. Mata hampir tak bisa melihat akibat kondisi kerja tak layak di perantauan. Bak kain usang tak berguna, mereka pun "dikembalikan" ke desanya. "Aku sudah nggak bisa kerja".
Lantas, apa yang tersisa untuk menyambung kehidupannya?
Begitulah sepotong kisah yang didengar Thresia Mareta di tengah maraknya isu klaim batik oleh negara tetangga belasan tahun lalu. Kenangan pilu tersebut diceritakan kepada Beautynesia (11/3) dengan mata berkaca-kaca--sebuah titik yang meneguhkan tekadnya untuk mengabdi kepada bangsa melalui budaya.
"Banyak hal yang bikin pengrajin kita itu hidupnya sulit sekali," perempuan pengagum batik tulis itu bercerita. Proses batik tulis yang rumit memakan waktu paling sedikit 6 bulan hingga setahun. Hasilnya dijual dengan harga yang tak sebanding dengan biaya untuk menghidupi sang pembuatnya dalam rentang waktu yang sama.
LAKON Indonesia pun didirikan Thresia tahun 2018 sebagai upaya untuk menyelamatkan para pengrajin batik yang tersebar di berbagai daerah. Mengusung konsep fashion retail dengan ekosistem sempurna, Thresia percaya bahwa LAKON, yang kini menaungi banyak pembatik di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, dapat menjadi solusi agar pengrajin batik Indonesia tetap terus hidup lewat pemberdayaan. Saat ini, siapa pun bisa menemukan gerai LAKON yang tak hanya tersebar di Jakarta, Bandung, dan Bali, tapi juga di Paris, Prancis. Rancangan kontemporer LAKON, buah tangan Irsan selaku desainer di baliknya, turut masuk jajaran Brand To Watch di Paris Trade Show versi Women's Wear Daily (WWD) tahun 2023.
Usaha tersebut berhasil menorehkan perhatian internasional. Pada 18 Februari 2025, Thresia Mareta menerima penghargaan Knight of the Ordre des Arts et des Lettres dari Kementerian Kebudayaan Negara Prancis. "Nafasnya jadi lebih panjang kalau ada pengakuan," katanya tentang penghargaan itu. "Berarti kedepannya kita bisa lebih baik lagi. Itu sesuatu yang kami butuhkan saat ini dan datangnya di saat yang tepat".
Meski dengan perolehan penghargaan prestisius tersebut dan bisnis yang telah menembus pasar internasional, Thresia mengakui pencapaian ini hanyalah 'satu poin kebanggaan' yang akan membawanya ke rasa kebanggaan terbesarnya: usaha yang terus berjalan sehingga lebih banyak pengrajin bisa hidup.
LAKON diharapkan pula bisa menjadi pemantik pergerakan memperbaiki sistem untuk melestarikan kain tradisional dan para pengrajinnya. "Nggak bisa saya sendirian," imbuh Thresia. "Kalau nggak, kan kita bisa kehilangan ya?"
Mendukung Jenama Lokal agar Mampu Bersaing Secara Global
Pintu Incubator/ Foto: Dok. LAKON Indonesia
Misi mendorong talenta industri fashion Indonesia supaya go-international turut dikerahkan Thresia melalui program PINTU Incubator. Memahami generasi muda butuh kesempatan untuk berproses, pelaku jenama fashion lokal yang terpilih melalui proses seleksi ketat nantinya dipertemukan dengan para ahli, baik dari Indonesia maupun Prancis, untuk berkonsultasi.
Selama 6 bulan, partisipan PINTU dapat menggali ilmu lebih dalam tentang fashion, mulai dari proses produksi sampai bisnis, sekaligus mempersiapkan mereka agar mampu bersaing di pasar global. Nantinya, jenama yang paling siap akan dipilih untuk unjuk karya di Paris Trade Show yang menarik buyer dari Eropa, Amerika, sampai Asia.
Kesiapan itu dilihat dari beberapa kriteria. “Yang paling pasti produknya,” terang lulusan Arsitektur dari Universitas Tarumanegara tersebut. “Dia harus bisa mengenal pasar yang dia tuju”.
Mengkurasi produk sesuai selera pasar internasional berperan krusial untuk bisa mencuri hati buyer dari berbagai negara. Thresia meyakinkan bahwa warisan budaya Indonesia bisa seksi di mata konsumen asing asalkan diolah dengan rasa internasional. Dari segi cut, pemilihan material, warna, dan finishing, contohnya.
Thresia Mareta bawa LAKON ke Paris Trade Show/ Foto: Dok. LAKON Indonesia |
Bekal ilmu fashion mendalam, mempelajari pasar lokal dan internasional, sampai proses desain menyesuaikan pasar sehingga terbentuk satu ekosistem kuat––formula inilah yang berhasil menggerakan roda bisnis LAKON supaya terus berjalan, hingga sukses menjual produksi batik pengrajin lokal di Printemps, Paris.
Koleksi yang ditampilkan di Printemps berbeda dengan yang dipasarkan di Indonesia, yakni lebih kaya akan kerajinan tangan. Thresia bercerita bagaimana karya LAKON mendapat pengakuan dari Véronique Marinho, pendiri MARINHO Paris dan eks desainer Jean Paul Gaultier, yang turut digandeng sebagai salah satu mentor PINTU. “Véronique sendiri bilang ke saya bahwa, “Terus terang dari semuanya itu yang possible cuma brand kamu”.
Harga jual juga berani bersaing, karena masyarakat Eropa yang mengapresiasi. “Kalau jaket yang tie-dye, saya bisa jual sampai 300 Euro, [ada yang] 750 Euro,” tambahnya.
Sementara di Indonesia, LAKON mempertahankan standar kualitas premium sambil menekankan proses produksi efisien agar harganya terjangkau. Dengan begitu, LAKON tetap bisa menjangkau banyak konsumen dan mampu menghidupi para pengrajinnya. “Saya harapkan masyarakat kita bisa lebih mengerti melihat produk dari kualitas secara nyata, bukan cuma lihat harga”.
Ekosistem Industri Fashion Dalam Negeri yang Perlu Diperbaiki
Look LAKON di Premiere Classe Paris/Foto: Dok. LAKON Indonesia/Kenny Trisnanto
Kain tradisional Indonesia memiliki keunikan dengan potensi besar di pasar internasional. Tenun jadi target Thresia selanjutnya usai tuai respon positif perkenalkan tenun lurik di Paris. “Tenun itu sebenarnya potensinya buat masuk ke pasar internasional besar banget. (...) Kalau kita lihat orang Eropa, misalnya, mereka lebih suka lihat tenun daripada batik”.
Meski begitu, industri fashion Indonesia punya banyak ruang untuk perbaikan jika ingin menuai manfaat dari potensi tersebut. Kelemahan masih didapatkan dari sumber daya itu sendiri. Balada produk fashion impor murah yang mengguncang industri fashion lokal sampai terdengar seruan PHK––menambah kesengitan persaingan bahkan di negeri sendiri. Bahkan, penggunaan bahan baku tekstil berkualitas juga harus bergantung pada impor. Termasuk serat katun yang sering digunakan untuk membatik.
Hal itu pula yang dirasakan Thresia sebagai pemilik bisnis yang ingin produknya mampu bersaing secara global, tapi bahan vital seperti katun produksi dalam negeri justru sukar ditemukan. “Saya sebagai pelaku yang punya brand, saya kesulitan dapat materi bahan. Misalnya di Indonesia. Pilihan saya nggak banyak. Saya gimana bisa bersaing dengan produk luar negeri yang pilihannya banyak sekali?”.
Perimbangan perlu dilakukan untuk menguatkan ekosistem industri fashion, yakni tidak hanya dorongan kuat dari pelaku industri semata, tapi juga dukungan pemerintah dan konsumen. “Kalau memang kita mau memelihara [fashion lokal], kita juga mesti bisa memelihara rantai supply-nya,” lanjut Thresia. “Kalau kita mau penenun kita terpelihara, dia harus bisa dapatkan benang dengan kualitas yang dibutuhkan, dengan harga yang sesuai”. Dengan begitu, mereka bisa menghasilkan produk bernilai yang dapat diterima dan terjual baik di pasar lokal maupun internasional.
Nggak Asal Murah, Normalisasi Mengetahui Asal-usul Barang yang Mau Dibeli
LAKON Indonesia/ Foto: Dok. LAKON Indonesia
Mengetahui industri fashion dalam negeri yang dengan mudahnya terguncang persaingan produk asing, para pengrajin di berbagai daerah rentan menjadi korban. Tanpa dukungan semua pihak, termasuk kamu, Beauties, sebagai konsumen cerdas, pengrajin kapan saja bisa kembali ke “ruang remang” diliputi ketidakberdayaan. Sementara kita selalu memiliki kuasa untuk membantu kesinambungan kesejahteraan mereka.
Oleh karenanya, mulai sekarang, ketika ada pakaian yang memikat perhatian, coba genggam pakaian itu, lalu tanyakan satu pertanyaan sederhana pada diri: siapa yang membuat pakaian ini?
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
(dmh/dmh)
Thresia Mareta bawa LAKON ke Paris Trade Show/ Foto: Dok. LAKON Indonesia