Dilema Maraknya Produk Fashion Kelewat Mirip Karya Desainer

Dimitrie Hardjo | Beautynesia
Jumat, 15 Aug 2025 15:00 WIB
Dilema Maraknya Produk Fashion Kelewat Mirip Karya Desainer
Foto: Pexels.com/Anne R

"Imitation is the highest of form of flattery," salah satu ungkapan Coco Chanel yang paling populer kembali ditantang relevansinya di masa kini. Di tengah membludaknya pasar barang palsu hingga produk yang mengklaim terinspirasi dari produk desainer, sejauh mana flattery (sanjungan) itu bisa diterima?

Mungkin Beauties sudah tidak asing lagi dengan istilah barang KW yang sering kali dijumpai di pasaran, baik online maupun offline. Sayangnya, tidak cuma produk-produk desainer luar negeri saja yang jadi objek "contekan", desainer Indonesia pun tak luput darinya. Padahal, kamu bisa membayangkan berapa lama dan sulitnya proses pembuatan produk orisinal, mulai dari research and development sampai barang jadi.

Produk “Terinspirasi” Karya Desainer Tanah Air

Peggy Hartanto

Peggy Hartanto Givre bag/ Foto: instagram.com/peggyhartanto

Tak sekali atau dua kali, sudah beberapa kali produk karya desainer Indonesia dijadikan “inspirasi” oleh pedagang untuk membuat produknya. Namun baru-baru ini, ada brand lokal yang menjual produk kelewat mirip dengan produk orisinal milik desainer. 

Contohnya, brand ritel yang mengeluarkan pakaian dengan motif dan warna mirip ciri khas Sejauh Mata Memandang. Ada pula tas persegi panjang dengan aksen hati terbalik yang jadi ikon karya Peggy Hartanto yang tiruannya beredar di e-commerce dengan desain sangat mirip, tapi dengan aksen hati yang diposisikan berbeda. Produk tersebut dijual dengan harga miring dari produk aslinya, Beauties.

Meski dengan nuansa yang sangat mirip, produk tetap bisa dibedakan dari produk asli, sehingga praktik tersebut cukup rumit dipertimbangkan legalitasnya untuk digugat. Sebab, desain tidak sepenuhnya sama serta penggunaan material yang berbeda sehingga konsumen tetap bisa menilai produk itu bukan karya authentik desainer yang jadi inspirasi, walau tetap sangat mengingatkan mereka pada barang aslinya. Namun, apakah etis menggantungkan sebagian besar kreativitas untuk membuat produk komersil dari karya orang lain?

Menilik Kasus Legalitas IP Lainnya

Issey Miyake Bao Bao Prism Plus

Issey Miyake Bao Bao Prism Plus/ Foto: isseymiyake.com

Jadi masalah global, kasus “terinspirasi” atau mencontek desain juga terjadi di berbagai negara. Salah satunya adalah kasus IP antara Issey Miyake dan Largu Co. Ltd, perusahaan asal China, yang meniru tas ikonis Bao Bao. Melansir dari laman WIPO Magazine, Largu Co. Ltd menjual tas yang kelewat mirip dengan Bao Bao hingga menimbulkan kebingungan di tengah konsumen. 

Pada tahun 2019, Pengadilan Distrik Tokyo memutuskan bahwa Largu Co. Ltd melanggar Undang-Undang Pencegahan Persaingan Tidak Sehat Jepang dan memerintahkan perusahaan untuk membayar Issey Miyake hampir 700.000 USD sebagai ganti rugi, Beauties. Menariknya, pengadilan menolak perbedaan ukuran dan bentuk antara elemen-elemen segitiga pada produk sehingga Issey Miyake berhasil menangkan kasus.

Bagaimana menurut kamu, Beauties?

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE